Panggungnya besar, berdiri diatas tanah yang sangat luas. Di bangun sudah cukup lama, sehingga banyak pendirinya yang sudah tiada. Kini mereka ada di dunia lain. Disana, di surga. Warnanya juga gagah. Merah dan putih. Katanya merah artinya berani, putih artinya suci. Diatas panggung bercokol Burung Garuda, burung tergagah didunia.
Dulu, sebelum panggung berdiri, tanahnya dikangkangi oleh orang-orang asing, orang dengan kulit berbeda . Mereka datang dari jauh, dari benua yang berbeda. Mereka datang bukan untuk bersahabat, tapi menjajah, menghisap kekayaan melimpah yang ada di atas tanahnya. Dan juga menghina penghuninya. jadilah mereka penghuni haram yang berkuasa.
Tidak mudah untuk melempar orang haram dari tanah itu. Begitu banyak kesedihan , tumpahan air mata , darah dan bahkan nyawa harus dipertaruhkan. Bukan puluhan, ratusan, ribuaan nyawa, tapi jutaan nyawa harus melayang bersama semangat-semangat yang menggelora. Ketika, akhirnya mereka terlempar, Kesempatan akhirnya datang, berdirilah panggung merah putih. Bahagialah kita.
Namun kini, ketika kita menatap panggung itu, warna terang yang memancarkan keberanian dan kesucian itu seperti agak buram dan kelam. Seekor garuda gagah yang menatap, seperti kehilangan ketajaman, sayapnya pun tak mengepak. Dan, ada Awan-awan hitam diatasnya, yang seperti tidak bosan untuk selalu bersama.
Sedihnya, ditanah-tanah yang lain, pangung-pangung terdekat kita telah semakin terang benderang, warnanya semakin indah dan menawan. Menarik perhatian orang, padahal apa bedanya kita dengan mereka?. Bahkan, satu dari panggung lain itu sewajah kita. Dulu, banyak dari mereka belajar ke panggung kita. Kini?. Panggung itu telah semakin besar dan kuat sehingga terkadang memandang sinis ke kita. Kenapa?. Karena banyak penghuni panggung kita lari ke atas panggung meraka. Menjadi pelayan-pelayanan mereka. Pelayan yang terhina dan sering disiksa.
Di panggung kita, panggung merah putih, ada penguasa juga rakyatnya. Sayangnya, para penguasa dari dulu sampai sekarang, tabiatnya hampir sama , tidak jauh berbeda. Besar di mulut dan otot sedang telingga dan hatinya banyak yang sudah copot. Mereka asyik sendiri, untuk saling pukul dan bersiasat, bermain untuk memuaskan sahwat. Kemenangan adalah impian, kehancuran bagi yang dianggap lawan adalah kebahagian. Jadinya…, panggung itu benar-benar riuh rendah, penuh teriakan. Semua ingin bermain, semua ingin tampil, semua ingin terlihat. Dan untuk itu, segala cara adalah bukanlah tipu muslihat. Rakyatnya dimana?. Sedihnya, banyak yang terlempar keluar panggung, terjerambat ke bawah , menjadi tumbal untuk menahan sudut-sudut tiang yang terus bergoyang, menahan beban para pemain diatasnya.
Dulu, lebih sepuluh tahun yang lalu, panggung itu hampir roboh, belum roboh. Kita tahu semua, mengapa panggung itu hampir roboh. Begitu banyak rasa sakit, kesedihan dan darah untuk menahan agar panggung itu tidak benar-benar roboh. Syukurnya, kita memiliki anak-anak muda yang masih mampu menahanya.
jangan biarkan panggung kita roboh, kasihan anak-anak kita yang masih perlu berjalan jauh untuk menatap masa depannya. Jangan biarkan nasib mereka, menjadi bulan-bulanan dan hinaan penghuni panggung yang lain dimasa depan. Buatlah mereka bangga dengan kesadaran kita. Semoga kesadaran yang utuh dan tulus menggengam pikiran dan hati kita di awal tahun ini, sebagai penghuni panggung merah putih.
Foto diambil dari google